Arsip

Monthly Archives: Desember 2011

Meski tidak mendapatkan izin dari Kepolisian, namun Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Merauke tetap menggelar aksi damai, Sabtu (10/12). Aksi yang diikuti sekitar 100-an orang tersebut dimulai dari Tugu Pepera pertigaan Jalan Raya Mandala-Jalan Trikora Merauke tepatnya depan Bank Mandiri. Sebelum menuju Kantor DPRD Merauke Jalan Brawijaya, para pendemo menggelar orasi di depan Tugu Pepera. Selanjutnya, menuju Gedung DPRD Merauke dengan melakukan long march sambil membawa spanduk berwarna merah bertuliskan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua Referendum dan Papua Zona Darurat Kemanusiaan. Selain sebuah spanduk, juga beberapa pamlet diusung para pendemo. Meski hujan sempat mengguyur mereka, namun tetap melakukan perjalanan sampai di gedung DPRD Merauke. Aksi damai tersebut dijaga secara ketat oleh aparat kepolisian. Para pendemo tersebut hanya tertahan di Jalan Brawijaya dan tidak masuk ke halaman gedung DPRD Merauke. Selain karena Sabtu bukan hari kerja, juga karena pintu masuk halaman dan gedung dijaga ketat aparat kepolisian. Salah satu dari penanggung jawab aksi demo damai tersebut membacakan peryataan sikap yang pada intinya diantaranya mendesak PBB agar segera menyelesaikan segala bentuk dan rentetan peristiwa pelanggaran HAM di Papua Barat sejak Pepera 1969 secara menyeluruh melalui hukum internasional. Selain itu, KNPB menyatakan menolak dengan tegas kebijakan Pemerintah Indonesia menyangkut tawaran Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dan dialog Jakarta-Papua, karena menurutnya akan memperpanjang praktek pelanggaran HAM di Tanah Papua Barat. Setelah membacakan, pernyataan sikap tersebut diserahkan dan diterima Wakil Ketua Komisi A DPRD Merauke Kusmanto, SH, mewakili pimpinan Dewan, selanjutnya diakhiri dengan doa dan para pendemo tersebut membubarkan diri. Kapolres Merauke AKBP Djoko Prihadi yang turut langsung memantau aksi demo damai tersebut ketika ditanya wartawan tentang izin yang tidak dikantongi tersebut menurut Kapolres, pihaknya tidak mengambil tindakan membubarkan karena aksi yang dilakukan itu masih dalam koridor. “Kecuali jika sudah mengambil tindakan melanggar hukum,” katanya. Soal referendum yang diusung oleh para pendemo tersebut, menurut Kapolres, hal itu masih perlu pengkajian mendalam sejauh mana referendum tersebut

Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh pada hari ini Sabtu (10/12), diperingati sejumlah elemen mahasiswa dan warga dengan berunjuk rasa. Di Manokwari, Papua, misalnya. Ratusan warga dan mahasiswa menuntut pengusutan pelanggaran HAM di tanah Papua. Aksi serupa juga digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti di Manokwari, massa di Makassar, juga meminta penegakan HAM di Papua.

Di Manokwari, pengunjuk rasa menggelar pawai di jalanan utama kota, mulai dari depan Gedung Olahraga Sanggeng di Jalan Yos Sudarso, Jalan Merdeka, hingga Jalan Panglima Sudirman. Dan berakhir di Lapangan Borarsi.

Dalam orasinya mereka bertekad akan terus menyuarakan tindak kekerasan terhadap warga Papua ke dunia internasional. Massa  menuntut agar meninjau kembali kebijakan penempatan militer di tanah Papua.

Aksi selama dua jam itu berlangsung di bawah pengawalan ketat jajaran Polres Manokwari dan Brimob Polda Papua.

Peringatan HAM di Makassar, Sulsel, oleh mahasiswa juga mengangkat tema kekerasan di tanah Papua. Serupa dengan tuntutan di Manokwari, yakni massa meminta aparat keamanan mengungkap kasus pelanggaran berat HAM di Papua.

Aksi di Makassar, itu digelar mahasiswa dan aktivis HAM yang tergabung dalam Jaringan Kerja Anti-Kekerasan. Aksi berlangsung di bawah jembatan fly over Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar.

Dalam orasinya mereka mengecam berbagai pelanggaran HAM di Indonesia, yang tanpa satu pun kasus menemui titik terang dan penuntasan. Massa mendesak pemerintah menghentikan berbagai bentuk kekerasan di Papua, serta menarik seluruh pasukan militer dari Bumi Cendrawasih.

Menurut pengunjuk rasa, diskriminasi terhadap warga Papua harus dihilangkan. Warga Papua berhak mendapat pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Papua, seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.(el)

Klik disini untuk lihat Photo

 

 

Jembatan Kali Balim Pike di Distrik Wamena Kota sepanjang 50 meter, Kamis (8/12/2011) kemarin sekitar pukul 06.20 Wit, pada bagian sambungan tengah landasan jembatan putus atau bergeser sekitar 10 centimeter. Akibatnya, transportasi ke 5 kabupaten menjadi lumpuh.

Lantai jembatan hampir serata dengan permukaan air sungai yang mengalir deras pascahujan dari malam.Akibatnya, aktivitas transportasi yang menghubungkan lima kabupaten yang ada di wilayah Pegunungan Tengah Papua nyaris lumpuh total. Pantauan Papua Pos, jembatan rangka baja yang sudah lebih dari 15 tahun sebagai satu-satunya jalur urat nadi perekonomian dan pemerintahan bagi masyarakat di Kabupaten Jayawijaya dan juga bagi 4 kabupaten lainnya. Antara lain, Kabupaten Tolikara, Puncak Jaya, Yalimo dan Kabupaten Lanny Jaya tersebut terpaksa untuk sementara hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki dan kendaraan roda dua.

Yanes Kabak, salah satu warga sekitar lokasi jembatan menuturkan, dirinya bersama masyarakat lainnya baru mengetahui kejadian itu pada pagi harinya ketika hendak melaksanakan aktifitasnya menuju Kota Wamena. ”Kami yang selama ini bila hendak ke kota menggunakan taksi terpaksa harus berjalan kaki melewati jembatan tersebut. Bila tidak ada perhatian pemerintah maka terpaksa harus menyeberang menggunakan perahu atau memutar jauh melalui jembatan gantung,” ujarnya.

Muh. Safrie, salah satu anggota DPRD Kabupaten Tolikara yang melihat kondisi jembatan tersebut turut prihatin. Ia meminta pemerintah provinsi segera turun tangan menuntaskan pengerjaan jembatan baru yang berada persis di samping jembatan yang putus itu. Menurutnya, segala aktifitas ekonomi, pembangunan maupun pemerintahan baik di daerahnya maupun daerah kabupaten lainnya tentunya akan terganggu bila perbaikan jembatan tidak segera dilaksanakan.

Di tempat terpisah, Bupati Jayawijaya, Wempi Wetipo, S.Sos.M.Par ketika dimintai tanggapannya terkait kondisi jembatan itu mengutarakan, pihaknya telah beberapa kali

menyampaikan hal tersebut ke pihak pemerintah baik pusat maupun provinsi. Namun hingga saat ini belum mendapat respon. “Sudah banyak menteri dan pejabat dari pusat maupun provinsi yang datang ke Wamena, dan telah kita sampaikan mengenai kondisi jalan dan jembatan yang ada di wilayah ini, tapi kenyataannya sampai saat ini tidak ada realisasinya,” kata Bupati Wetipo.

Selain itu ia juga meminta kepada pihak pemerintah daerah kabupaten lainnya untuk bersama-sama membuat komitmen menjaga infrastruktur jalan dan jembatan yang ada. Apalagi di Kabupaten Jayawijaya, agar jangan hanya sekedar memanfaatkan jalur transportasi tersebut tetapi ketika mengalami kerusakan, semuanya dibebankan kepada Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.